Tiga malam lalu kau hampiri aku di depan televisi,
bertelungkup tugas pencari nafkah
“Tidur. Sudah malam...” suaramu, seperti sedia kala
“Tidur. Sudah malam...” suaramu, seperti sedia kala
Dua malam lalu dengan sarung bercorak kotak-kotak dan berkoko putih
Tertawa segar duduk di sisi kasur
rebahmu
Lagi, seperti sedia kala...
Tak ada yang berbeda
Tapi aneh... sesak di dada
Semalam lalu dalam sela-sela takbir menggema seluruh penjuru kampung,
melihatmu siap sedia membangunkan kami untuk berwudhu dan mematut diri dengan mukena
dan pakaian terbaik
Tak ada yang berbeda
Tapi aneh... sesak di dada
Mata terbuka, bukan lagi terpejam
Mencarimu di kasur rebah, di dapur, ruang depan, tempatmu biasa berdoa
5 kali sehari... Sayang, kau tak ku temukan
Sesak di dada..
Malam-malam yang selalu kau hadiri saat mata terpejam
Hanya saat mataku terpejam..
Menanyakan kabar hari ini, berbincang tentang isue-isue pemerintahan
di televisi, mengantar dan menjemput dengan motor tua
Menyalamimu sepulang sholat, menggendongku di atas pundak...
Lagi, sesak di dada..
Kau hanya ada saat mataku terpejam
Ingin bertemu, tapi sudah tak bisa
Mencari wujudmu, tapi tak akan mampu
Menemukan namamu di antara nisan dan
tanah merah
Tapi wujudmu tak lagi ku temukan...
Kau tetap saja tak ada
Kangen yang teramat sangat sekali..
Lagi, sesak di dada..
Dua Raya kau lewati
Ternyata tepat 6 purnama sudah hari ini
Semua tentang hidupmu tak luput dari
ku barang semili
Terlekat jelas di dalam sini
Hari ini 6 bulan yang lalu...
Di antara kerumunan ternak kurban yang bahagia diantar bertemu
Tuhannya
Ditemani takbir bersahut-sahut
Terlantun doa dan firman-firman suci
Meski wajah tetap berseri-seri, derai air bening tergenang di kelopak
mata
Dan bunga sedap
malam kesukaan permaisuri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you for visiting.. :)