Minggu, 16 Agustus 2015

Lalu, (harus) Merdeka yang Bagaimana

Biar saja ku tak sehebat matahari
Tapi slalu ku coba tuk menghangatkanmu
Biar saja ku tak setegar batu karang
Tapi slalu ku coba tuk melindungimu

Makin mendekati HUT RI lagu semangat kayak gitu makin sering kita dengar yah..

Guys, tak terasa negara kita sudah mulai menua di usia panjangnya. 70 tahun meen kalo buat ukuran manusia usia segitu cukup renta juga, sering sakit-sakitan, badan nggak terlalu sigap dan cekatan seperti waktu muda. Tapi tentu saja harapan kita sebagai warga negaranya, kita pengen Indonesia sehat jasmani dan rohani selalu ya guys. Ya ekonominya, kehidupan sosial, spiritual, dan berbagai aspek lainnya.

Seminggu lalu Nyonya besar (red: Ibuk) udah super duper sibuk ngingetin gue buat beli bendera. Gue pikir tutumbenan banget Nyonya antusias minta dibeliin bendera, plus bendera plastik lagi. Gue konfirmasi berulang-ulang tentang niatnya itu, "Beli bendera? Yakin, Buk?"
Honestly beberapa tahun belakangan ini keluarga gue emang lama nggak pasang bendera merah-putih karena satu-satunya bendera yang kita punya hilang entah kemana.
Kenapa gak beli lagi sih! Susah amat tinggal beli lagi jugak! Dimana rasa nasionalisme lo???
Oke oke.. gue ngaku salah kenapa gak beli lagi aja bendera yang baru. Tapi bukan berarti nasionalisme gue memudar dongs! Tiap tujuh-belasan keluarga gue aktif ikut meramaikan dan berpartisipasi di kegiatan peringatan ulang tahun negara tercintah kita, lho. Dari mulai ikut nyumbang patungan RT buat 17an, jadi MC lomba 17an, nonton upacara di istana merdeka ─lewat TV─, doa bersama, sampe ngasih semangat bapak-bapak yang ikut panjat pinang. Kan kan… see... cinta bangsa Indonesia kan gue.. :p Tapi emang kurang pasang bendera sih.hehe *piss*

Balik lagi ke Nyonya besar. Setelah gue kasih pilihan buat phone a friend, 50:50, dan ask the audience atas pertanyaan gue, Nyonya besar tetap bergeming alias tetap pada pendiriannya nyuruh gue buat beli bendera kain plus bendera plastik. Yah, demi rasa cinta gue pada Nyonya besar dan rasa nasionalisme gue pada negara, gue kabulkanlah permintaannya.
Keesokan harinya usut punya usut, titah jawantah Nyonya ternyata berdasarkan surat edaran kecamatan yang mengharuskan warga pasang bendera, umbul-umbul, dan gapura even itu di gang kecil yang lebar gangnya ajah cuma semester. Pantesan begitu masuk gang daerah rumah, suasana seketika berubah jadi semarak, heboh dan antusias macam suasana pasar raya. Umbul-umbul di sana-sini. Gapura dihias heboh sedemikian rupa. Warga berubah jadi kreatif seketika. Beddaaaa banget sama suasana 17an beberapa tahun sebelumnya. Bagus sih perayaan kemerdekaan mulai kembali lagi heboh seperti zaman wajib pasang bendera di masa orde baru dulu *isshh sok tua banget gue*. Sikap nasionalisme mulai tumbuh karena himbauan semacam itu.

Ada rasa bangga juga yang mendesir dalam hati. Bahwa ternyata wargamu masih menghormatimu, Indonesiaku... :)

Lantas terbesit tanya dalam benak, sudahkah Indonesiaku benar-benar merdeka? Lalu merdeka yang bagaimana kah itu? Seperti yang kita tau guys, harga daging dan bahan makanan lainnya sedang meroket dengan sempurna. Rasanya nggak ikhlas banget tukang baso harus berhenti jualan gegara harga daging yang udah di kisaran nggak wajar. Itu artinya gue harus puasa menikmati salah satu makanan favorit gue ─kita─ semua. *tears* T_T
Ini ironis banget deh… di saat negara kita yang tercinta ini bersiap-siap menambah usianya, di waktu yang sama kondisi ekonomi kita makin cheos dan terasa “panas” persis kayak hati yang kekeringan karena kelamaan nggak disiram kasih sayang. bhahaha :p
Sudah hampir bisa dipastikan dampaknya perlahan tapi pasti berimbas signifikan kepada nasib orang-orang yang ekonominya di level menengah ke bawah. *maap bahasanya ilmiah banget*
Pemerintah kalang-kabut, beberapa pihak menunjukkan rasa kecewanya, mencari kambing hitam, koar-koar memprotes kerja pemerintah yang (kelihatan) sangat bertanggung jawab atas kekacauan ini. 
Lalu, (harus) merdeka yang bagaimana lagi yang bisa memuaskan dan mencukupi kehidupan khalayak negeri bernama Indonesia ini?


Jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan kepadamu. Tapi tanyakan apa yang sudah kau berikan kepada negaramu.

Kita terbiasa berperilaku "menunjuk" orang lain dibandingkan berkaca pada diri sendiri.

Coba deh cek lagi:

  • Kita masih suka ngeluh nggak waktu guru di sekolah ngasih PR atau dosen ngasih tugas yang seabrek?
  • Masihkah kita suka protes sampe demo kenaikan gaji sama perusahaan padahal kerjanya juga ogah-ogahan?
  • Masih suka nggak ikhlas waktu si bos kasih kerjaan banyak karena mereka percaya kalo kita pasti bisa?
  • Masih suka bilang "ah" waktu dimintain tolong orang tua?
  • Bolos sekolah atau kuliah dengan gampangnya gegara gurunya killer atau dosennya nggak asik tapi uang jajan buat nonton bioskop dan hang out di fastfood tiap malam minggu nggak boleh absen?
  • Ngeluh dan 4L4Y di media sosial sambil bilang, "Q mo bunuh diri aj4h kaLho chi dia putusin Q. Hopft?"
  • Masih suka ke ge-er an waktu dapet sedikit perhatian dari cowo padahal cuman temenan aja?? *eeeaaakkk baper banget yang ini kayaknyah :p
  • Murka dan penuh angkara gregetan gak jelas berasa ada separuh jiwa yang hilang waktu sadar ternyata lupa bawa handphone ketimbang lupa ibadah dengan sengaja?
  • Masih suka buang sampah sembarangan dari dalam kendaraan???
  • Masih susah move on? *mamam tuh* :p


Kalo dari pertanyaan-pertanyaan di atas jawabannya masih dominan IYA, itu berarti kita belum pantas bertanya, "Apa yang sudah negara berikan padamu."
Kita sudah terlalu terbiasa hidup dengan penuh kenyamanan dan dimanjakan oleh semua fasilitas yang serba ada, hingga lupa dengan pertanyaan, "Prestasi apa yang sudah kau berikan untuk negaramu?" Dan lantas kita lupa bahwa kemerdekaan itu direbut dengan segenap usaha dan penuh kepayahan, bukan semata-mata semudah kita bete karena nggak bisa keluar nongkrong buat malam mingguan.

Para pejuang kita aja dulu harus gelap-gelapan lewatin goa, menerabas hutan, dan sembunyi di tanah-tanah galian sambil bawa alat perang seadanya padahal penjajah kita bawa senjata gerilya meriam yang hanya tinggal satu kali percikan api saja hangus sudah satu ibu kota.

Pernah nggak sih kita ngerasain gimana semangat juangnya? Nggak usah banyak-banyak deh, semangatnyaaaa ajah ─karena keadaan saat ini sudah pasti telah jauh berbeda─
Berubah,
Dari yang suka ngeluh jadi rela dan ikhlas berpeluh.
Dari yang manja dan menyek-menyek jadi pribadi yang setrooong dan pantang menyerah.
Dari yang mentalnya kaleng jadi mental baja.
Dari yang suka "nunjuk" jadi "ngaca".


Negara ini milik Tuhan, dan kita semua milik Tuhan. Ajak Tuhan ikut serta dalam setiap langkah yang kita lakukan untuk bangsa. Berdoa dengan serius dan ajak semua untuk beribadah bersama-sama penuh kesungguhan. Meminta petunjuk dan semangat kemerdekaan yang hakiki dari Sang Maha Pencipta.
Karena kemerdekaan ini bukan hasil upaya "simsalabim" yang jadi hanya dalam semalam saja. :)




Selamat ulang tahun yang ke-70 tanah ku tempat berpijak, dan air ku tempat kehidupan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you for visiting.. :)